Semasahidupnya, Nabi SAW dikenal sebagai hakim yang adil. Salah satu kisahnya yakni tentang seorang perempuan dari keluarga terhormat dan disegani dari bani Makhzum. Perempuan yang mencuri itu mesti dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan.
Namunjika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR Bukhari). Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa manusia yang paling dicintai Allah SAW adalah pemimpin yang adil.
HakimYang Ideal Menurut Kacamata Islam. Allah SWT. Berfirman dalam Surat Annisa' Ayat 135: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT. Biarpun terhadap dirimu sendiri, atau Ibu Bapakmu dan Kaum Kerabatmu, jika Ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu
Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya, dan yang tidak beriman) terhadapnya (maka bersabarlah kamu) artinya kamu harap menunggu (hingga Allah menetapkan hukum-Nya di antara kita) antara kami dan kamu, dengan menyelamatkan yang hakdan menghancurkan yang batil (dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya) yang paling adil.
MiftahusSyifa Bahrul Ulumiyah. 03/02/2021. Prinsip Utama Al-Quran Bagi Seorang Hakim. Hukum tidak pernah bisa dilepaskan dari sebuah tatanan pemerintahan, karena ia merupakan tonggak bagi keadilan dan ketertiban masyarakat. Sedang, demi tegaknya sebuah hukum diperlukan peran dari seorang hakim. Seorang hakim yang adil tidak akan tebang pilih
putraMaryam turun pada kalian sebagai hakim adil lalu ia menghancurkan salib, membunuh babi, membatalkan jizyah dan harta melimpah hingga tidak ada seorang pun. Jihad paling utama adalah kalimat yang benar di depan penguasa zhalim Kitab Fitnah. jihad yang paling agung adalah ungkapan yang adil benar yang disampaikan di hadapan penguasa yang zhalim." Abu Isa berkata; Hadits semakna juga diriwayatkannya jihad yang paling agung adalah ungkapan yang adil (benar) yang disampaikan di hadapan
Akuini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci" (Qs 19:19). Jadi, jelas mengapa Hakim Adil adalah Isa. Karena Ia satu-satunya pribadi yang sempurna, tanpa dosa. Hal ini tertulis jelas dalam Al-Quran maupun Injil. Zakir menerima kebenaran ini.
HaditsTirmidzi No.1246 Secara Lengkap [[[]]] Hadits Tirmidzi 1247. Barangsiapa yg diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan hukum di antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau. Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib dari jalur ini namun telah diriwayatkan pula dari selain jalur ini dari Abu Hurairah dari Nabi . [HR.
Keutamaanadil yang hakim Sunan An-Nasa'i Kitab Adab hakim "Sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil akan ditempatkan di sisi Allah Ta'ala di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sisi sebelah kanan. Diantara surat albaqarah Jami' At-Tirmidzi Kitab Tafsir al Qur`an. telah menjadikan kamu umat Islam, umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia." QS Al-Baqarah: 143, beliau bersabda: "adil." Abumi telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
Darihadist diatas mengandung beberapa aspek tarbawi diantaranya adalah: 1. hakim harus bertaqwa dan berakhlaq mulia. 2. hakim harus mempunyai pengetahuan yang luas. 3. seorang hakim harus adil, tidak memihak dalam memecahkan masalah. 4. hakim harus tegas tetapi tidak keras, lembut tetapi tidak lemah. 5. hakim harus menngetahui tentang hari
MuazahNaysifa: nama yang memiliki makna alim serta bersikap adil. Muazah: Nama seorang narator Hadits (Islami) Naysifa: Adil (Islami) 2. Sekian ulasan mengenai arti nama Muazah yang dapat Bunda pakai untuk menamai anak perempuan. Jika Mama dan Papa menghendaki, silakan untuk membagikan ulasan mengenai arti dan rangkaian Muazah ini untuk
AyatTentang. 16 Ayat Al-Quran Tentang Adil. AlQuranPedia.Org - Allah Tabaraka Wa Ta'ala memerintahkan kepada hamba-Nya agar berlaku adil dalam segala hal. Kepada orang kafir yang tidak memerangi kita saja kita diperintahkan untuk berlaku adil kepada mereka. Karena adil lebih dekat kepada taqwa. Adil akan mendatangkan manfaat yang banyak
ShahihMuslim hadis nomor 3406 Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb dan Ibnu Numair mereka berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru ()-yaitu Ibnu Dinar- dari 'Amru bin Aus dari Abdullah bin 'Amru (), -dan Ibnu Numair dan Abu Bakar mengatakan sesuatu yang sampai kepada Nabi ﷺ, dan dalam hadisnya Zuhair- dia berkata,
Keadilandan Pemimpin yang Adil. Rasulullah Pernah bersabda "Satu waktu nanti akan tiba atas umatku penguasa seperti singa, para menterinya seperti serigala, dan hakim-hakimnya seperti anjing. Sementara itu umat kebanyakan bagaikan kambing. Bagaimana bisa kambing hidup diantara singa, serigala dan anjing?"<>.
AlQuran menyatakan jelas bahwa, "Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang Hari Kiamat" (Qs 43:61). Selanjutnya Hadits menyatakan Isa adalah Hakim Adil. "Isa Al-Masih anak Maryam akan turun di tengah-tengah kamu. Dia akan menjadi Hakim yang Adil" (HR. Muslim No. 127).
ginHVg. Hakim yang Adil dan Bijaksana] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسيAbu Muhammad HaritsEditor Eko Haryanto Abu Ziyad2013 - 1434الحاكم العادل باللغة الإندونيسية »حارث أبو محمدمراجعة أبو زياد إيكو هاريانتو2013 - 1434Hakim yang Adil dan BijaksanaSegala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh Shubhanahu wa ta’alla berfirmanقال الله تعالى ﴿ وَدَاوُۥدَ وَسُلَيۡمَٰنَ إِذۡ يَحۡكُمَانِ فِي ٱلۡحَرۡثِ إِذۡ نَفَشَتۡ فِيهِ غَنَمُ ٱلۡقَوۡمِ وَكُنَّا لِحُكۡمِهِمۡ شَٰهِدِينَ ٧٨ فَفَهَّمۡنَٰهَا سُلَيۡمَٰنَۚ وَكُلًّا ءَاتَيۡنَا حُكۡمٗا وَعِلۡمٗاۚ وَسَخَّرۡنَا مَعَ دَاوُۥدَ ٱلۡجِبَالَ يُسَبِّحۡنَ وَٱلطَّيۡرَۚ وَكُنَّا فَٰعِلِينَ ٧٩ وَعَلَّمۡنَٰهُ صَنۡعَةَ لَبُوسٖ لَّكُمۡ لِتُحۡصِنَكُم مِّنۢ بَأۡسِكُمۡۖ فَهَلۡ أَنتُمۡ شَٰكِرُونَ ٨٠ وَلِسُلَيۡمَٰنَ ٱلرِّيحَ عَاصِفَةٗ تَجۡرِي بِأَمۡرِهِۦٓ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ ٱلَّتِي بَٰرَكۡنَا فِيهَاۚ وَكُنَّا بِكُلِّ شَيۡءٍ عَٰلِمِينَ ٨١ وَمِنَ ٱلشَّيَٰطِينِ مَن يَغُوصُونَ لَهُۥ وَيَعۡمَلُونَ عَمَلٗا دُونَ ذَٰلِكَۖ وَكُنَّا لَهُمۡ حَٰفِظِينَ ٨٢ ۞ ﴾ [الأنبياء 78-82]“Dan ingatlah kisah Dawud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya, dan Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu. Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kami lah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu. Maka hendaklah kamu bersyukur kepada Allah. Dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkahinya. dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan setan yang menyelam ke dalam laut untuknya dan mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.” al-Anbiya 78—82Dalam ayat-ayat yang mulia ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman mengisahkan bagaimana keadilan dan kebijakan Nabi Dawud dan putranya, Sulaiman Alaihissalam, ketika keduanya memberi keputusan tentang sebidang kebun anggur yang dirusak oleh kambing milik kaumnya, yang tercerai-berai di malam hari tanpa ada seorang pun yang mengawasinya hingga merusak anggur-anggur Katsir Rhadiyallahu anhu menukil dari Abu Ishaq, dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu, tentang firman Allah Shubhanahu wa ta’alla ini. Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu mengatakan, “Yaitu kebun anggur yang mulai tumbuh, lalu dirusak oleh kambing-kambing tersebut.”Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu anhu melanjutkan, “Kemudian, Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan agar kambing-kambing itu diserahkan kepada pemilik kebun anggur tersebut.” Nabi Sulaiman Alaihissalam yang melihat peristiwa itu, berkata, “Bukan demikian, wahai Nabi Allah.” “Kalau begitu, bagaimana?” tanya Nabi Sulaiman Alaihissalam berkata, “Anda serahkan kebun anggur itu kepada pemilik kambing agar dia mengurusi kebun tersebut hingga kembali seperti semula, dan Anda serahkan kambing-kambing itu kepada pemilik kebun anggur ini agar dia memperoleh sesuatu dari kambing tersebut. Apabila anggur-anggur itu sudah kembali seperti semula, Anda serahkan kembali kebun anggur kepada pemiliknya, dan kambing-kambing itu kepada pemiliknya.” Inilah maksud firman Allah Shubhanahu wa ta’alla“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum yang lebih tepat.”Selain itu, agar kita tidak salah memahami—melalui ungkapan ini—seolah-olah ada bentuk merendahkan derajat Nabi Dawud Alaihissalam, Allah Shubhanahu wa ta’alla melanjutkan firman -Nya“Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.”Bahkan, pada ayat-ayat selanjutnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menerangkan keutamaan yang dimiliki oleh kedua nabi Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mulia Nabi Dawud Alaihissalam memutuskan perkara dengan keadilan, sedangkan Nabi Sulaiman Alaihissalam memutuskannya dengan fadhl karunia, keutamaan. Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi pujian kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam atas keputusan beliau yang sangat tepat, sebagai taufik dari Allah Shubhanahu wa ta’alla, karena Allah mencintai rifq kelemah lembutan dalam segala hal. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah Rhadiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shalallhu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ» [رواه البخاري]Sesungguhnya Allah Maha lembut, dan mencintai kelemahlembutan dalam segala hal’.” HR. BukhariKita pun tidak boleh lupa bahwa Nabi Sulaiman adalah putra Nabi Dawud Alaihissalam, sehingga setiap keutamaan yang diperoleh oleh Nabi Sulaiman Alaihissalam, tentu saja itu adalah keutamaan pula bagi Nabi Dawud Alaihissalam. Seorang hakim, jika dia berijtihad, kemudian keliru dalam keputusannya, dia memperoleh satu pahala. Kalau dia benar, dia menerima dua pahala. Ini dijelaskan dalam hadits Abdullah bin Amr bin al-’Ash rhadiyallahu anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِذَا اجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا اجْتَهَدَ فَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ » [رواه البخاري ومسلم]“Apabila seorang hakim berijtihad, lalu dia benar, dia memperoleh dua pahala. Dan jika seorang hakim berijtihad, dan ternyata keliru, dia mendapat satu pahala.” HR. al-Bukhari 7352 dan Muslim 1716Dari Abu Hurairah Rhadiyallahu anhu, dia mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم كَانَتِ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ صَاحِبَتُهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. وَقَالَتِ اْلأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ. فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا. فَقَالَتِ الصُّغْرَى لاَ تَفْعَلْ، يَرْحَمُكَ اللهُ، هُوَ ابْنُهَا. فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى » [رواه البخاري]“ Dahulu ada dua orang wanita bersama anak mereka masing-masing. Tiba-tiba datanglah seekor serigala membawa anak salah seorang dari mereka. Berkatalah seorang dari wanita itu kepada temannya, “Yang dibawa lari serigala adalah putramu.”Yang lain membantah, “Bukan. Yang dibawa serigala itu adalah putramu.” Akhirnya, keduanya mengajukan perkara mereka kepada Nabi Dawud Alaiahissalam. Lalu, beliau pun memutuskan perkara itu dengan memenangkan wanita yang lebih tua. Kedua wanita itu keluar menemui Nabi Sulaiman bin Dawud Alaiahissalam, lalu menceritakan perihal mereka. Setelah itu, Nabi Sulaiman Alaiahissalam berkata kepada orang-orang, “Ambilkan untuk saya pisau agar saya bisa membagi dua anak ini untuk mereka.”Tiba-tiba, wanita yang lebih muda berkata, “Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda. Ini putranya.” Nabi Sulaiman pun memenangkan perkara untuk wanita yang lebih muda ini.” HR. Bukhari.Akhirnya, Nabi Sulaiman Alaiahissalam memutuskan bahwa anak itu adalah milik wanita yang lebih muda. Nabi Sulaiman Alaiahissalam sama sekali tidak bermaksud sungguh-sungguh ingin membelah bayi itu. Akan tetapi, beliau ingin mengetahui lebih jelas. Ibu bayi yang sesungguhnya tentu tidak rela bayi itu mati. Dia lebih suka bayi itu tetap hidup terpelihara walaupun tidak berada di sisinya. Adapun yang bukan ibu si bayi, tentu tidak keberatan bayi itu dibelah dua, sebab dengan demikian, mereka berdua sama-sama kehilangan bayi. Oleh sebab itulah, ketika menerima keputusan ini, wanita yang lebih tua dengan gembira menyetujui agar bayi itu dibelah dua, sedangkan yang lebih muda tidak. Naluri keibuan dan kasih sayangnya kepada sang putra mendorongnya untuk merelakan, biarlah bayi itu jauh dari sisinya, yang penting dia tetap hidup dan terawat, walaupun bukan di pangkuan ibu meratap iba, wanita muda itu berkata, “Jangan, wahai Nabi Allah. Jangan lakukan, semoga Allah merahmati Anda, biarlah. Itu putranya, serahkanlah kepadanya!”Perhatikanlah keputusan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, yang mengakui bahwa bayi itu anak wanita yang lebih muda. Dari sini dapat disimpulkan bahwa jika tanda-tanda sebuah kebohongan terlihat jelas, tidak dapat dijadikan dasar hukum terhadap orang yang mengakuinya. Ada tidaknya pengakuan itu sama saja. Artinya, perkataan si wanita yang lebih muda bahwa bayi itu milik wanita yang lebih tua, tidak dapat diterima, sehingga Nabi Sulaiman Alaiahissalam justru memutuskan yang lebih mudalah yang wanita yang lebih tua ini tidak menolak andai kata bayi itu memang dibelah dua, karena dia kini sebatang kara, kehilangan anak. Kemudian, dia pun ingin wanita muda itu juga sama seperti dia, kehilangan anaknya. Akan tetapi, melihat kekhawatiran dan kasih sayang wanita muda itu kepada bayi tersebut, permohonannya agar bayi itu tetap hidup—walaupun di tangan ibu yang lain—daripada mati, justru memperkuat kesimpulan Nabi Sulaiman Alaiahissalam, bahwa adanya kasih sayang kepada bayi itu merupakan salah satu bukti bahwa wanita muda ini adalah ibu si bayi. Beliau pun yakin, melalui sikap menggampangkan dari wanita yang lebih tua, bahkan sangat mendukung agar bayi itu dibelah dua, bahwa wanita yang lebih tua ini bukanlah ibu si bayi. Oleh sebab itu, beliau pun mengambil bayi tersebut dan menyerahkannya kepada wanita yang lebih muda. Jadi, keputusan yang dibuat Nabi Dawud Alaiahissalam dengan memenangkan perkara wanita yang lebih tua adalah berdasarkan data-data yang terlihat lahiriah, karena bayi itu ada di tangan wanita yang lebih tua. Kadang-kadang, ujian yang diberikan, seperti yang dilakukan Nabi Sulaiman Alaiahissalam itu amat diperlukan. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam pernah memerintahkan Ali untuk membunuh seorang laki-laki yang dikebiri buah pelirnya dengan tujuan hendak menampakkan kebersihan orang tersebut dari tuduhan dan menampakkan bahwa tuduhan yang muncul dari sekadar melihat tidaklah sepenuhnya benar. Seperti itu pula yang terjadi dalam kisah penyembelihan Nabi Ismail oleh ayahandanya, Ibrahim Alaiahissalam. Dikatakan bahwa dalam peristiwa ini, Allah Shubhanahu wa ta’alla ingin menguji Nabi Ibrahim Alaiahissalam, sejauh mana beliau menyambut dan siap melaksanakan perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla itu walaupun melalui mimpi. Wallahu a’ kisah ini terlihat betapa tajam firasat Nabi Sulaiman Alaiahissalam, dan alangkah jeniusnya beliau dalam menyimpulkan satu keputusan hukum melalui indikasi dan tanda-tandanya. Di balik itu semua, yang harus diyakini adalah bahwa para nabi itu juga manusia biasa, seperti kita. Kadang, mereka memutuskan persoalan sebagaimana yang terlihat oleh mereka dengan ijtihad yang khusus dan bukan wahyu. Dari sinilah, pernah diriwayatkan oleh Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabdaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّمَا أنا بَشَرٌ، وَإنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجّتِهِ مِنْ بَعْضٍ، فَأَقْضِيَ لَهُ بِنَحْوِ مَا أَسْمَعُ، فَمَنْ قَضَيتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ فَإِنَّما أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنَ النَّارِ » [رواه البخاري ومسلم]Saya hanya seorang manusia biasa, sementara kalian mengajukan perkara kalian kepada saya. Bisa jadi, sebagian kalian lebih pandai mengemukakan alasannya daripada yang lain, lalu saya memenangkan perkaranya sesuai dengan apa yang saya dengar. Oleh sebab itu, siapa yang saya menangkan perkaranya, dengan membawa hak saudaranya, berarti saya telah memberinya sepotong api neraka’.” HR. al-Bukhari dan MuslimIbnu Daqiqil Ied Rhadiyallahu anhu berkata, “Ini adalah dalil untuk memberlakukan hukum sesuai dengan data yang terlihat lahiriah sekaligus memperlihatkan kepada manusia bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam adalah sama seperti manusia lainnya. Meskipun ada perbedaan antara beliau dengan manusia biasa dalam hal penampakan terhadap perkara gaib yang diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada beliau. Itu pun dalam hal-hal yang khusus, bukan hukum-hukum yang umum….”Artinya, bisa saja seorang nabi keliru dalam memutuskan sesuatu di antara umatnya. Akan tetapi, jika ijtihad itu keliru, Allah Shubhanahu wa ta’alla akan meluruskannya. Adapun dalam hal penyampaian ajaran, seorang nabi tidak akan keliru. Dengan demikian, hal ini tidak menggugurkan kemaksuman mereka sama sekali. Alangkah jauhnya kita dibandingkan mereka, padahal kita mengaku mengikuti jalan mereka. Sering, tanpa periksa, hanya dengan mengandalkan kepercayaan kita kepada yang membawa berita atau keterangan, kita memutuskan sebuah perkara, padahal masalahnya tidaklah demikian. Akhirnya, timbul perselisihan di antara sesama kaum hal yang dapat kita ambil pula dari kisah dua wanita ini ialah bahwa rasa dengki membuat hati menjadi mati. Karena dengki, wanita yang lebih tua kehilangan naluri keibuannya, sehingga rela mengorbankan bayi tak berdosa’ demi memuaskan keinginan dirinya. Karena dengki pula setan yang terkutuk berusaha sekuat tenaganya menyeret manusia agar menemaninya di neraka. Karena dengki pula orang-orang Yahudi berusaha menghancurkan kaum muslimin, di antaranya dengan melepaskan kaum muslimin dari keyakinan kisah ini bermanfaat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا وَإِمَامًا عَدْلاً فَيَكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ Dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga Nabi Isa turun ke bumi menjadi seorang hakim yang bijaksana dan pemimpin yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi-babi, meletakkan upeti, harta melimpah-ruah hingga tidak ada seorangpun yang menerimanya.” Hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 10001 dan 10522; Al-Imam Al-Bukhari dalam Kitabul Buyu’ bab Qatlil Khinziri no. 2222, Kitabul Mazhalim bab Kasri Ash-Shalib wa Qatlil Khinziri no. 2476, Kitab Ahaditsil Anbiya` bab Nuzuli Isa bin Maryam no. 3448, 3449; Al-Imam Muslim dalam Kitabul Iman bab Nuzuli Isa bin Maryam Hakiman Bisyariati Nabiyyina Muhammad n no. 242; Al-Imam At-Tirmidzi dalam Kitabul Fitan an Rasulillah, no. 2233; Al-Imam Abu Dawud dalam Kitabul Malahim no. 3766; Ibnu Majah dalam Kitabul Fitan no. 6048. CD Program Mausu’atul Hadits Asy-Syarif Al-Kutubut Tis’ah, Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits Jalur Periwayatan Hadits Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari lima jalan Pertama dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, dari Muhammad bin Muslim Abu Bakr Al-Qurasyi Ibnu Syihab Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Kedua dari jalan Sufyan bin Husain Abu Muhammad Al-Wasithi, dari Az-Zuhri, dari Hanzhalah bin Ali Al-Aslami, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Ketiga dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi Abu Sa’d, dari Atha` bin Mina’ Abu Mu’adz Al-Madani, dari Abu Hurairah dari Nabi. Keempat dari Fulaih bin Sulaiman Abu Yahya Al-Khuza’i, dari Al-Harits bin Fudhail Abu Abdillah Al-Anshari, dari Ziyad bin Mina’, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Kelima dari jalan Muhammad bin Abdillah Az-Zubairi Abu Muhammad Al-Asdi, dari Katsir bin Zaid Abu Muhammad Al-Aslami Al-Fahmi, dari Al-Walid bin Rabah Ad-Dausi, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari dua jalan Pertama dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, Sufyan bin Uyainah Abu Muhammad Al-Hilali, dan Shalih bin Kaisan Abu Muhammad Al-Madani, semuanya dari Az-Zuhri, dari Sa’id, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Kedua dari jalan Uqail bin Khalid Abu Khalid Al-Aili dan Yunus bin Yazid Al-Aili dan Abdurrahman bin Amr Abu Amr Al-Auza’i, semua meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Nafi’ bin Abbas Abu Muhammad Al-Madani, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Al-Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari jalan Laits bin Sa’d Abul Harits Al-Fahmi, Sufyan bin Uyainah Abu Muhammad Al-Hilali, Yunus bin Yazid Abu Zaid Al-Aili, dan Shalih bin Kaisan Abu Muhammad Al-Madani, semuanya meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah dari Nabi. Al-Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalan Hammam bin Yahya Al-Azdi Al-Audi Abu Abdillah, dari Qatadah bin Di’amah As-Sadusi Abul Khaththab, dari Abdurrahman bin Adam Al-Bashri, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Al-Imam At-Tirmidzi t meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalan Laits bin Sa’d, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Ibnu Majah t meriwayatkan dari jalan Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi. Demikianlah kesimpulan jalur periwayatan hadits di atas, meskipun pada sebagian jalur periwayatannya terdapat kesamaan dan sebagian yang lain terdapat tambahan. Penjelasan Hadits • Lafadz لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَنْزِلَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga Nabi Isa turun ke bumi.” Dalam sebagian riwayat dengan lafadz لَيَنْزِلَنَّ sungguh-sungguh akan turun. Lihat Musnad Al-Imam Ahmad no. hadits 10001. Ada pula yang meriwayatkan dengan lafadz لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمْ dengan men-dhammah ya mengkasrah sin. Maknanya adalah لَيَقْرُبَنَّ Telah dekat atau keharusan terjadi secepatnya. lihat Fathul Bari 6/553 cet. Darul Hadits, Syarh An-Nawawi, 1/469 Lafadz ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad t dalam Musnad-nya dan Al-Imam At-Tirmidzi. • lafadz حَكَمًا maknanya adalah حَاكِمًا yaitu seorang hakim. Di mana Nabi Isa akan memutuskan perkara dengan syariat Islam, karena syariat ini tidak akan dihapus. Beliau tidak diturunkan sebagai seorang nabi dengan membawa risalah tersendiri dan syariat yang menghapus syariat sebelumnya. Nabi Isa akan menjadi salah seorang hakim dari sekian hakim yang ada pada umat ini. Yang menguatkan perkara ini sebuah riwayat yang diriwayatkan Al-Imam Ath-Thabarani dari hadits Abdullah bin Mughaffal, Rasulullah bersabda “Akan turun Nabi Isa bin Maryam membenarkan kerasulan Muhammad atas agama yang dibawanya.” Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari jalan Shalih bin Kaisan dari Az-Zuhri dari Sa’id dari Abu Hurairah dengan lafadz حَكَمًا عَدْلًا yaitu seorang hakim yang adil. Adapun riwayat yang lain semuanya dengan lafadz حَكَمًا مُقْسِطًا seperti riwayat Laits dari Ibnu Syihab dalam Shahih Muslim. Al-Imam Muslim juga meriwayatkan dari jalan lain dari Ibnu Uyainah dari Ibnu Syihab dengan lafadz إِمَامًا مُقْسِطًا. Makna الْمُقْسِطُ yaitu العَادِلُ artinya seorang yang adil. Kalimat ini berasal dari kata أَقْسَطَ يُقْسِطُ إِقْسَاطًا فَهُوَ مُقْسِطٌ إِذَا عَدَلَ Karena lafadz القِسْطُ dengan mengkasrah qaf memiliki makna العَدْلُ artinya keadilan. Berbeda dengan القَاسِطُ maknanya adalah الْجَائِر artinya seorang yang lalim. Kalimat ini berasal dari kata قَسَطَ يَقْسُطُ قَسْطً فَهُوَ قَاسِطُ إِذَا جَارَ Karena lafadz القَسْطُ dengan memfathah qaf memiliki makna الجَوْرُ artinya ketidakadilan kelaliman. lihat Al-Fath, 6/553 cet. Darul Hadits, Syarh An-Nawawi 1/469 cet. Darul Hadits • Makna lafadz فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ adalah menghancurkan salib secara hakiki, dan menyalahkan atau membatalkan pendapat orang-orang Nasrani yang mengagungkan salib. • Makna lafadz وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ meletakkan jizyah upeti. Abu Sulaiman Al-Khaththabi dan yang lainnya dari kalangan ahlul ilmi berkata “Tidak diterimanya upeti dari orang-orang kafir dzimmi dan tidak diterima kecuali keislaman mereka. Barangsiapa dari mereka yang membayar jizyah maka tidaklah cukup dengannya. Dan tidaklah diterima kecuali keislaman atau dibunuh.” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata “Maknanya adalah agama akan menjadi satu Islam, sehingga tidak tersisa seorang pun dari ahlul dzimmi orang kafir yang menyerahkan upeti sebagai jaminan keamanan yang membayar upeti.” Kemudian beliau menyebutkan pendapat-pendapat yang lain dari para ulama, namun semuanya dikritik oleh Al-Imam An-Nawawi. Dan yang benar menurut beliau adalah sesuai dengan yang diucapkan oleh Al-Imam Al-Khaththabi di atas. Pendapat ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad “Dan seruan menjadi satu yaitu Islam.” • Makna lafadz وَيَفِيضُ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ dengan mem-fathah ya dan mengkasrah fa’ serta diakhiri huruf dha adalah يَكْثُرُ yaitu banyak. Pada riwayat yang lain “Diseru kepada harta namun tidak ada seorang pun yang menerimanya.” Hal ini karena banyaknya keberkahan yang turun serta datangnya kebaikan harta kekayaan secara berturut-turut, karena keadilan dan tidak adanya kedzaliman. Hingga muncullah pada waktu itu harta yang terpendam dari dalam bumi bersamaan dengan kurangnya perhatian mereka terhadap semua itu harta disebabkan pengetahuan mereka akan dekatnya hari kiamat. Pada sebagian riwayat terdapat tambahan pada akhir hadits di atas dengan lafadz حَتَّى تَكُونَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا “Hingga keberadaan satu sujud lebih baik daripada dunia dan seisinya.” Maknanya adalah pada waktu itu mereka tidaklah mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan ibadah shalat dan bukan bershadaqah dengan harta. Sebagian ulama mengatakan bahwa waktu itu manusia tidak ada keinginan terhadap dunia, sehingga satu kali sujud lebih mereka cintai daripada dunia seisinya. Al-Imam An-Nawawi berkata “Keinginan manusia waktu itu kebanyakan dalam perkara shalat dan seluruh ketaatan. Karena pendeknya angan-angan mereka disebabkan dekatnya hari kiamat, serta sedikitnya keinginan mereka terhadap dunia disebabkan tidak butuhnya mereka akan hal itu.” Al-Qadhi Iyadh berkata “Pahala terbaik yang diberikan kepada seseorang yang menjalankan shalat lebih utama ketimbang shadaqah mereka dengan dunia dan seisinya. Hal itu disebabkan melimpahnya harta, minimnya kekikiran dan sedikitnya kebutuhan akan harta untuk perkara jihad. Dan satu sujud yang dimaksud dalam hal ini adalah sujud itu sendiri atau sebagai kiasan dari shalat. Al-Imam Al-Qurthubi berkata “Keberadaan shalat lebih utama ketimbang shadaqah adalah disebabkan melimpahnya harta di waktu itu dan tidak bermanfaatnya harta tersebut, sampai-sampai tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.” Kemudian di akhir haditsnya, Abu Hurairah berkata “Bacalah oleh kalian, jika kalian mau “Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya Isa sebelum kematiannya dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” An-Nisa` 159 Ucapan Abu Hurairah ini sebagai bentuk isyarat adanya sisi keserasian terhadap lafadz “Hingga keberadaan satu sujud lebih baik daripada dunia dan seisinya.” Yaitu isyarat akan kebaikan manusia, kekuatan iman dan sambutan mereka terhadap perkara kebaikan. Dalam keadaan seperti itu, mereka lebih mementingkan satu rakaat ketimbang dunia seluruhnya. Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits, CD Program Mausu’atul Hadits Asy-Syarif Al-Kutubut Tis’ah Faedah Hadits • Hadits di atas termasuk salah satu hadits yang menjadi dalil tentang datangnya hari kiamat dan kepastian yang tidak diragukan akan turunnya Nabi Isa . Hal ini dikuatkan baik dari tinjauan bahasa maupun makna. Sebagaimana pada sebagian riwayat yang diriwayatkan Al-Imam Ahmad, pada lafadz yang bermakna turunnya Nabi Isa menggunakan dua huruf penguat taukid yaitu huruf lam dan nun taukid pada kata لَيَنْزِلَنَّ maknanya “sungguh-sungguh akan turun” tidak diragukan. Munculnya Nabi Isa di akhir zaman menjadi sebuah perkara yang disepakati oleh para ulama Ahlus Sunnah baik yang terdahulu maupun sekarang, berdasarkan Al-Qur`an dan hadits-hadits yang shahih. Tidak ada yang menyelisihi dalam perkara ini kecuali orang-orang yang terdapat penyakit dalam hatinya. Al-Khaththabi berkata “Turunnya Isa dan pembunuhan Dajjal oleh beliau adalah perkara yang haq dan benar menurut ulama Ahlus Sunnah berdasarkan hadits-hadits shahih dalam perkara ini. Tidak ada dasar baik akal maupun syariat yang menyanggahnya, sehingga wajib untuk menetapkan pendapat tersebut.” Meskipun demikian, sebagian kalangan Mu’tazilah maupun Jahmiyah serta yang sependapat dengan mereka tetap mengingkari hal ini. Mereka berpendapat bahwa hadits-hadits yang mengabarkan dalam perkara ini tertolak. Mereka berdalil dengan ayat “Dan penutup nabi-nabi.” Al-Ahzab 40 Dan dengan hadits Nabi “Tidak ada nabi setelahku.” Juga dengan kesepakatan kaum muslimin bahwa tidak ada nabi setelah nabi kita Muhammad SAW, syariatnya berlaku hingga hari kiamat dan tidak dihapus. Semua pendalilan ini rusak tidak sah karena turunnya Nabi Isa u tidaklah turun dalam kapasitasnya sebagai nabi baru dengan membawa syariat yang menghapus syariat Nabi kita Muhammad SAW. Dan tidak ada sesuatu yang membenarkan pendapat mereka pada hadits-hadits yang shahih maupun yang lainnya. • Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini pada beberapa tempat dalam Shahih-nya, di antaranya pada Kitabul Buyu’ Jual Beli. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata “Dimasukkannya hadits tersebut pada bab ini adalah sebagai isyarat bahwa hewan yang diperintahkan untuk dibunuh, maka tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. Juga diharamkan pemanfaatan dan memakannya, serta bahwa babi adalah hewan yang najis. Hal ini ditinjau dari sisi bahwa sesuatu yang dapat diambil manfaatnya tidak disyariatkan untuk dirusak dibinasakan.” • Beliau juga meriwayatkan hadits ini pada Kitabul Mazhalim. Kedzaliman/ ketidakadilan adalah nama yang dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang diambil bukan dengan cara yang haq benar, atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya yang syar’i. Sisi pendalilan hadits dalam bab ini adalah adanya isyarat bahwa barangsiapa membunuh babi-babi dan menghancurkan salib maka tidak dituntut untuk membayar denda artinya hal itu bukan merupakan bentuk kedzaliman. Karena hal itu merupakan perbuatan yang diperintahkan oleh syariat Islam, dan Nabi telah mengabarkan bahwa Nabi Isa akan melakukannya. Di mana Isa turun dalam keadaan membawa syariat yang sama dengan syariat Nabi kita Muhammad SAW. Diperbolehkannya menghancurkan salib dalam hal ini berlaku pada orang-orang kafir harbi orang kafir yang memusuhi/memerangi Islam atau pada orang-orang dzimmi yang melanggar batas ketentuan. Apabila orang-orang dzimmi tidak melanggar batas ketentuan namun seorang muslim menghancurkan salib mereka kafir dzimmi, hal ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran kedzaliman. Sesuai dengan apa yang mereka pahami bahwa apabila telah membayar upeti maka terjamin keamanannya. Di sinilah letak rahasia, kenapa Nabi Isa menghukumi secara rata dalam menghancurkan salib di waktu itu. Karena beliau diutus untuk meletakkan/ menghapus upeti tidak menerimanya. Dan hal ini bukanlah dianggap sebagai bentuk penghapusan atas syariat Nabi kita Muhammad SAW. Bahkan yang menghapus adalah syariat Islam melalui sabda beliau pada hadits di atas dan beliau menyetujui segala apa yang akan dilakukan Nabi Isa mengikrarkannya. • Bolehnya mengubah kemungkaran dan menghancurkan atau merusak sarana-sarana kebatilan dengan catatan tidak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar. Fathul Bari, Syarh An-Nawawi cet. Darul Hadits Faedah lain yang berkaitan dengan Isa Al-Masih bin Maryam • Hikmah turunnya Nabi Isa pada waktu yang dekat dengan hari kiamat dan bukan waktu yang lainnya. Al-Imam Al-Qurthubi t dalam kitabnya At-Tadzkirah hal. 562-563 menyebutkan beberapa kemungkinan Pertama Keinginan orang-orang Yahudi untuk membunuh dan menyalibnya. Dan perkara ini berjalan sebagaimana yang Allah k beritakan dalam Al-Qur`an, mereka mengaku telah membunuh Nabi Isa, menisbahkan sihir dan perkara yang Allah tiadakan dan Allah sucikan beliau dari semua itu, kepada beliau. Kemudian Allah menurunkan kepada mereka kehinaan sejak mulia dan nampaknya Islam. Hal ini berlanjut hingga saat dekatnya hari kiamat. Kemudian muncullah Dajjal sebagai tukang sihir yang paling utama. Orang-orang Yahudi kemudian membaiatnya hingga pada akhirnya kaum muslimin memerangi mereka dan tidak mereka dapati tempat persembunyian hingga pohon, batu, maupun dinding pun menyerukan tempat di mana mereka bersembunyi. Hingga mereka dihadapkan kepada dua perkara masuk Islam atau dibunuh. Dan begitulah yang berlaku atas setiap orang kafir dari semua golongan, hingga tidak tertinggal di muka bumi ini seorang kafir pun. Kedua turunnya Nabi Isa menunjukkan pada dekatnya ajal beliau, bukan dalam rangka membunuh Dajjal. Karena tidak sepantasnya bagi makhluk yang diciptakan dari tanah untuk meninggal di langit. Akan tetapi perkaranya berjalan sebagaimana yang Allah l firmankan “Dari bumi tanah itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” Thaha 55 Maka Allah l turunkan Nabi Isa untuk dikuburkan di bumi sebagaimana para nabi yang lain. Itulah sebab diturunkannya Nabi Isa , meskipun bersamaan di waktu itu muncul Dajjal. Ketiga didapatkan dalam Injil tentang keutamaan umat Muhammad sebagaimana yang tersebut dalam ayat “Demikianlah sifat-sifat mereka umat Muhammad dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” Al-Fath 29 Kemudian Nabi Isa berdoa agar Allah l menjadikan dirinya termasuk dari umat Muhammad SAW. Dan Allah pun mengabulkan doanya, kemudian mengangkatnya ke langit sampai diturunkannya kembali pada akhir zaman sebagai seorang mujaddid pembaharu agama Nabi Muhammad . Bersamaan itu pula muncullah Dajjal dan beliau pun membunuhnya. • Para ulama berselisih pendapat dalam menanggapi lafadz Al-Masih hingga mencapai 23 pendapat. Di antaranya – Ibnu Abbas menyatakan “Tidaklah beliau mengusap seseorang yang berpenyakit kecuali sembuh. Tidak pula mayat kecuali hidup kembali.” – Dinamai Al-Masih karena bagusnya wajah beliau tampan karena kata Al-Masih secara bahasa bermakna wajah yang tampan. – Ada yang berpendapat dinamai Al-Masih karena beliau mengembara. Kadang berada di Syam, di Mesir, menyusuri pantai dan lain-lain. Al-Hafizh Abu Nu’aim dalam kitabnya Dala`ilun Nubuwwah menjelaskan “Ibnu Maryam dinamai Al-Masih, karena Allah l menghapuskan dosa-dosa darinya.” Pada tempat lain beliau berkata “Dinamai demikian karena Jibril mengusap beliau dengan barakah. Hal ini sebagaimana firman Allah “Dan Dia menjadikan aku sebagai seorang yang diberkati di mana saja aku berada.” Maryam 31 ditulis oleh Al-Ustadz Abu Ubaidah Syafruddin
Hadits Nabi Muhammad tentang Hakim. Foto Ilustrasi Pengadilan JAKARTA - Nabi Muhammad SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, hanya satu yang masuk surga, sementara dua macam hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq kebenaran dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim tidak adil dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara menvonis karena 'buta' dan bodoh hukum, maka ia juga masuk neraka." HR. Abu Dawud. Dalam memahami hadits tersebut, Dosen PTIQ Ustaz Ahmad Ubaydi Hasbillah mengatakan, hadis tersebut menggunakan istilah qudlot, atau qadli. Secara umum arti hakim dalam redaksi hadis tersebut adalah adalah hakim. "Tapi itu biasanya untuk menyebut lebih luas lagi, bukan hanya hakim. Tapi juga perangkat-perangkatnya. Dan juga penegak hukum lainnya," kata Ustaz Ubaid saat dihubungi Republika, belum lama menjelaskan bahwa dalam ilmu metode memahami hadits, makna seperti itu dinamakan makna tadlamun. Yakni makna yang otomatis terkandung di dalam kata. Atau bisa juga sebagai jenis makna lawazim, yaitu perangkat-perangkat yang melekat pada suatu perkara itu memiliki status hukum yang sama dengan perkara tersebut Untuk itu dia menjelaskan bahwa semua jenis kejahatan atau penyalahgunaan kewenangan adalah bentuk kezaliman. "Jadi sudah masuk dalam hadits tersebut tergolong masuk neraka termasuk kejahatan/kecurangan lainnya oleg penegak hukum menerima suap, korupsi, dan lainnya. Meskipun ada hadits-hadits yang lebih spesifik tentang suap, korupsi, dan lainnya itu," ujarnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
Bagi seorang hakim, memutuskan suatu perkara bukan pekerjaan yang ringan dan sederhana. Seorang hakim harus bisa berlaku adil sehingga tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Dalam Islam, keadilan harus bisa diperjuangkan semaksimal mungkin karena jika seorang hakim memutuskan suatu perkara tidak adil, maka balasannya dari Allah sangatlah berat. Menurut Rasulullah saw, ada tiga macam hakim yang ada di dunia ini, yang mana hanya satu hakim yang akan masuk surga. baca juga Terbukti Bersalah, Gaga Muhammad Divonis 4 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan Sela, Majelis Hakim Tolak Eksepsi Jerinx SID Kisah Syuraih, Sang Hakim Adil Pilihan Khalifah Umar bin Khattab Pengelompokan hadis tersebut berdasarkan sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, hanya satu yang masuk surga, sementara dua macam hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakim yang mengetahui al-haq kebenaran dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim tidak adil dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara menvonis karena 'buta' dan bodoh hukum, maka ia juga masuk neraka." HR. Abu Dawud Berlaku adil juga menjadi salah satu perintah dari Allah ta'ala yang harus dilakukan setiap manusia. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” QS. An-Nisa 58 Pertama, kita harus adil kepada Allah Swt. Caranya adalah dengan mematuhi segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Kedua, kita harus adil pada diri sendiri. Adil pada diri sendiri misalnya dengan memelihara keselamatan diri dan tidak menyiksa diri sendiri. Ketiga, kita harus adil pada orang lain. Memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya adalah salah satu cara agar kita bisa berlaku adil kepada setiap manusia. Keempat, kita adil pada setiap makhluk Allah. Baik kepada hewan, tumbuhan, dan segala sesuatu yang ada di alam ini, harus kita perlakukan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita serakah mengeksploitasi alam hingga tidak peduli pada kelestariannya. Sementara di ayat lainnya Allah juga berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” QS. An-Nisa 135. Begitulah tugas berat seorang hakim yang harus berlaku adil setiap memutuskan suatu perkara. Selain itu, pada dasarnya setiap insan adalah hakim pada dirinya sendiri untuk berlaku adil terhadap Allah, orang lain, dan seluruh alam. Wallahu a'lam. []
hadits tentang hakim yang adil